Perempuan Melawan Neoliberalisme

Senapan Mesin Dan Meja Perundingan: Krisis Bolivia Dalam Amerika Selatan Yang Baru

Ben Dangl

Pada Senin, 15 September, Presiden Bolivia Evo Morales tiba di Santiago, Chile untuk menghadiri pertemuan darurat pemimpin Amerika Latin yang berkumpul untuk mencari resolusi dari konflik terbaru di Bolivia. Setibanya di sana, Morales berkata, "Saya datang kemari untuk menjelaskan kepada para presiden Amerika Selatan tentang kudeta sipil oleh beberapa gubernur di negara bagian Bolivia dalam beberapa hari belakangan ini. Ini adalah kudeta yang berlangsung selama beberapa hari dan dilakukan oleh pimpinan beberapa propinsi, dengan menduduki beberapa institusi, menghancurkan dan menjarah institusi pemerintahan dan percobaan menyerang polisi nasional dan angkatan bersenjata."

Morales tiba dari negeri asalnya, di mana asap masih terlihat akibat kekerasan selama seminggu yang dilakukan oleh pemerintah oposisi sayap-kanan yang membuat negeri tersebut lumpuh; setidaknya 30 orang tewas, dan berbagai tempat usaha, bangunan milik pemerintahan dan pembela hak assasi manusia dihancurkan. Dalam minggu yang sama, Morales menyatakan "persona non grata"* kepada duta besar AS untuk Bolivia Philip Goldberg, atas tuduhan "berkonspirasi melawan demokrasi" dan atas hubungannya dengan kaum oposisi Bolivia. Konflik baru-baru ini di Bolivia dan pertemuan para presiden yang menyusulnya mengangkat pertanyaan: Apa yang menyebabkan pergolakan ini? Kepada siapakah militer Bolivia berpihak? Dan apa yang dapat kita simpulkan dari krisis Bolivia dan reaksi wilayah tersebut terkait blok kekuasaan baru berupa negeri-negeri Amerika Selatan?

Pembantaian di Pando

Pada 11 September, di Pando, sebuah departemen di Bolivia yang beriklim tropis dan berbatasan dengan Brasil dan Peru, massa pro-Morales yang berjumlah sekitar seribu dan terdiri dari lelaki, perempuan dan anak-anak bergerak menuju Cobija, ibukota departemen tersebut, untuk memprotes gubernur sayap kanan Leopoldo Fernandez dan preman bayarannya yang mengambil alih kota dan bandar udara.

Menurut laporan pers dan saksi mata, ketika para demonstran sampai pada sebuah jembatan sekitar tujuh kilometer di luar kota Porvenir, mereka disergap oleh pembunuh bayaran yang dilatih oleh gubernur Fernandez. Penembak jitu (sniper) yang berlokasi di atas pohon menembaki para petani (campesinos) yang tak bersenjata. Shirley Segovia, seorang penduduk Porvenir memberikan kesaksian kepada Bolpress, "Kami dibunuh seperti babi, dengan senapan mesin, senapan tembak, senapan pemburu, dan pistol tangan. Para campesinos hanya membawa gigi, tongkat dan ketapel, mereka tidak membawa senapan. Setelah tembakan pertama, beberapa orang melarikan diri ke sungai Tahuamanu, tapi mereka dikejar dan ditembaki." Beberapa dilaporkan disiksa; berhari-hari kemudian jumlah korban tewas mencapai 30, dengan puluhan lainnya menderita luka-luka dan lebih dari seratus orang belum ditemukan. Roberto Tito, seorang petani yang berada di tempat konflik, berkata "Ini pembantaian terhadap petani, ini hal yang tidak bisa kita biarkan."

Pada tahun 2006, Fernandez, yang menyangkal berada di balik tindakan kekerasan tersebut, dikecam oleh Menteri Pemerintah saat itu Alicia Munoz yang mengatakan bahwa gubernur tersebut melatih setidaknya seratus anggota paramiliter sebagai suatu angkatan "perlindungan warga". Paramiliter ini diyakini terlibat dalam pembantaian. Fernandez adalah salah satu gubernur yang menjadi bagian dari Dewan Demokratik Nasional (CONALDE), sebuah organisasi yang melibatkan gubernur dari Santa Cruz, Beni, Pando, Tarija, dan Chuquisaca yang mengorganisir gerakan otonomi departemental untuk menentang pemerintahan Morales dan pendistribusian tanah dan kekayaan gas alam, dan kebijakan sosialistik lainnya yang dijalankan oleh kabinetnya.

Setelah pembantaian itu, Presiden Morales mengumumkan keadaan darurat di Pando, mengirimkan militer, dan pada 15 September dilaporkan telah tercapai situasi damai yang masih penuh ketegangan di wilayah tersebut. Morales juga memerintahkan penangkapan Fernandez yang melarikan diri ke luar perbatasan, memasuki pedalaman Brasil. [Kabar terbaru: Fernandez telah ditangkap dan dibawa ke ibukota Bolivia]

Pembantaian ini terjadi hanya beberapa minggu setelah pemungutan suara secara nasional pada 10 Agustus untuk menentukan keberlangsungan pemerintah yang berkuasa (recall): Ia memenangkan 67% suara di seluruh negeri, menunjukkan bahwa lawan-lawannya yang keras-kepala dan menggunakan kekerasan jelas-jelas merupakan minoritas. Di Pando, Morales memenangkan 53% suara, sebuah peningkatan sebesar 32% dari 21% suara yang diberikan penduduk Pando kepadanya saat pemilihan presiden pada 2005.

Beberapa perkembangan politik penting menyebabkan ketegangan yang meningkat di wilayah ini. Pada 28 Agustus, Morales mengeluarkan sebuah keputusan presiden untuk menggelar referendum konstitusi pada 7 Desember. Referendum ini akan diterapkan pada konstitusi yang telah ditulis kembali dan disahkan oleh majelis konstitusi pada Desember 2007. Pada 2 September tahun ini mahkamah elektoral menyatakan penolakannya terhadap referendum tersebut karena pertama-tama harus disahkan oleh Kongres sedangkan kaum oposisi mengontrol Senat. Perdebatan tersebut menghidupkan konflik yang telah ada, dan pimpinan oposisi mulai memblokir jalan-jalan utama dan merebut bandar udara di Cobija pada 5 September.

Beberapa hari menjelang pembantaian Pando pada 11 September terjadi protes-protes anti-pemerintah yang menghancurkan unit-unit usaha dan organisasi HAM di seluruh negeri. Pada 10 September, sebuah ledakan, yang menurut laporan didalangi oleh kelompok-kelompok oposisi, mengganggu aliran gas pipa dari Tarija, Bolivia, ke Brasil.

Dubes AS Diusir

Menyusul rangkaian peristiwa bergolak ini, Morales meminta agar dubes AS untuk Bolivia, Philip Goldberg, meninggalkan negeri itu. "Tanpa rasa takut terhadap siapa pun, tanpa rasa takut terhadap imperium, hari ini di hadapan Anda, di hadapan rakyat Bolivia, saya menyatakan duta besar Amerika Serikat sebagai persona non grata," kata Morales. "Duta besar Amerika Serikat berkonspirasi menentang demokrasi dan hendak memecah belah Bolivia."

Pengumuman tersebut dikeluarkan setelah pertemuan pribadi Goldberg dengan gubernur sayap kiri dari Santa Cruz pada 25 Agustus, dan kemudian kunjungannya ke gubernur oposisi dari Chuquisaca. Sepanjang masa Goldberg menjabat dubes, yang dimulai tahun 2006, pemerintahan Morales telah menuduhnya mendalangi pendanaan dan dukungan AS terhadap kelompok-kelompok oposisi di bagian timur negeri tersebut. [Lihat artikel The Progressive Magazine berjudul "Undermining Bolivia" untuk informasi lebih lanjut tentang upaya destabilisasi Bolivia oleh Washington.] Sebelum berkunjung ke Bolivia, Goldberg menjabat sebagai dubes di Kosovo dari tahun 2004-2006 dan konsulat di Kolombia. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar Goldberg sebelum meninggalkan La Paz menuju AS, ia berkata: "Saya hendak menyatakan bahwa semua tuduhan terhadap saya, terhadap kedutaan besar ... terhadap negeri saya dan terhadap rakyat saya seluruhnya palsu dan tidak terbukti."

Menyusul pengusiran dubes AS dari Bolivia, presiden Venezuela Hugo Chavez mengumumkan bahwa dubes AS di negerinya harus angkat kaki: "Ia punya waktu 72 jam, sejak saat ini, dubes Yankee di Caracas, untuk angkat kaki dari Venezuela." AS merespon dengan meminta dubes Venezuela dan Bolivia untuk meninggalkan AS. Ini semua berlangsung saat bulan-bulan menegangkan dalam hubungan antara AS dan Amerika Latin di mana Angkatan Laut AS menghidupkan kembali Armada Keempatnya di perairan Karibia setelah puluhan tahun non-aktif. Chavez mengumumkan latihan bersama dengan Rusia di Karibia, dan Bolivia memperkuat hubungannya dengan Iran.

Pada 15 September di Santiago, Chile, sembilan presiden dari Uni Bangsa-Bangsa Amerika Latin (UNASUR), termasuk Argentina, Ekuador, Brasil, Venezuela, Kolombia, Chile - bahkan Kolombia, sekutu dekat AS - berkumpul untuk mencapai resolusi tentang krisis di Bolivia. Organisasi ini merupakan yang terbaru dalam serangkaian jaringan regional yang menghasilkan keputusan-keputusan ekonomi yang semakin kolaboratif di penjuru Amerika Selatan. Semua pimpinan yang hadir mendukung Morales, mengutuk taktik kekerasan kaum oposisi dan menekankan bahwa mereka tidak mengakui kaum separatis di negeri itu.

Aliansi Militer Bolivia

Walaupun ancaman "kudeta sipil" yang dijelaskan Morales di Santiago masih membayang-bayangi, militer Bolivia sepertinya tidak akan mendukung pemerintahan oposisi. Saya menanyakan Kathryn Ledebur, seorang spesialis dan direktur Andean Information Network di Cochabamba, Bolivia apakah militer akan berpihak pada oposisi untuk menggulingkan Morales. Ledebur berkata, "Tidak mungkin, mereka terikat erat, dan CONALDE mencoba untuk menjerumuskan Morales, mengadu domba antara dia dan militer. Tapi terlepas dari kefrustrasian mereka, mereka [militer] telah menerima lebih banyak hal secara material dan wacana positif dari pemerintahan Morales dibandingkan pemerintahan sipil lainnya, dan ini merupakan perbedaan yang besar."

"CONALDE telah dengan sengaja menciptakan situasi serba-salah bagi administrasi Morales, situasi yang menegangkan, provokatif, dan penuh kekerasan, dalam beberapa kasus menjadikan aparat keamanan sebagai target," jelas Ledebur. "Bila Morales memerintahkan represi, atau terjadi aksi kekerasan terang-terangan oleh aparat keamanan, maka legitimasinya sebagai presiden yang berkesadaran sosial akan terkikis. Tapi bila aparat keamanan tidak [bertindak], sebagaimana mereka angkat tangan untuk waktu yang lama, vandalisme akan meningkat, dan militer dan polisi akan dipermalukan dan diserang - yang dalam jangka panjang akan mengikis apa yang menjadi, setidaknya bagi angkatan bersenjata, pertemuan kepentingan yang saling menguntungkan, dengan berbagai friksi dalam perjalanannya.

Akhir Juni ini, Andean Information Network mengeluarkan sebuah laporan yang menganalisa perkembangan misi Angkatan Bersenjata Bolivia di negeri itu di bawah Morales. Menurut laporan itu, sebagian dari dukungan militer bersumber dari kenyataan bahwa Morales telah memberikan kepada militer pekerjaan-pekerjaan yang bersifat kerakyatan dan menguntungkan, seperti "menegakkan regulasi bea cukai dan menyita penyelundupan di perbatasan, termasuk wewenang untuk menahan para pelanggar." Laporan AIN menjelaskan bahwa "perwira militer tradisional mengharapkan penempatan di perbatasan yang merupakan "bagian paling menghasilkan keuntungan" dalam karir mereka." Sebagai tambahan, "di bawah pemerintah Morales, angkatan bersenjata bertugas untuk memanggang roti yang disubsidi (harga biasanya telah melonjak sebesar 270 persen dalam tahun sebelumnya), maupun membagikan bonus bagi anak sekolahan dan warga usia lanjut." Peningkatan upah di antara beberapa perwira dan persenjataan yang lebih baik juga menjaga kaum militer berada di pihak Morales.

Laporan AIN juga menyatakan bahwa institusi militer Bolivia "akan terus secara kategorik menolak inisiatif otonomi regional yang agresif atau ancaman pemisahan diri sebagai ancaman terhadap kedaulatan nasional maupun terhadap anggaran yang mereka terima dari pemerintah nasional." Sebagaimana seorang perwira tinggi menjelaskan ke AIN, "Satu-satunya hal yang akan membuat militer berpikir untuk melakukan kudeta, adalah bila mereka mengambil sebagian besar anggaran kami; pada intinya, kami ini sesungguhnya hanya sekelompok birokrat."

Pengaruh AS Dalam Merubah Amerika Latin

Krisis saat ini di Bolivia dan drama diplomatik yang berlangsung antara AS dan Amerika Latin banyak memberi gambaran tentang masa depan wilayah tersebut dan penanganan persoalan ekonomi dan politiknya secara kooperatif. Dalam sebuah wawancara via email, Raul Zibechi, seorang jurnalis Uruguay, profesor dan analis politik yang menulis secara reguler untuk Americas Program, mengatakan bahwa ia yakin bahwa pengusiran dubes AS dan respon para pimpinan wilayah tersebut terhadap konflik di Bolivia, "adalah manifestasi dari kenyataan bahwa AS tidak bisa lagi memaksakan kehendaknya di Amerika Latin, dan dengan sangat kongkrit di Amerika Selatan." Ia mengatakan bahwa terdapat dua alasan untuk perubahan ini: "lahirnya kekuatan regional yang hendak menjadi pemain global, seperti Brasil, sebuah kekuatan kapitalis tapi dengan kepentingan yang berbeda dari AS, dan keberadaan beberapa pemerintahan yang lahir dari tungku perlawanan gerakan sosial di negeri-negeri penghasil hidrokarbon besar, seperti di Venezuela, Bolivia dan mungkin Ekuador."

Zibechi menekankan peran penting Bolivia sebagai pemasok gas utama bagi Argentina dan Brasil, dan bagaimana ini berkontribusi terhadap dukungan yang didapatkan Morales dari bangsa-bangsa ini. "Brasil memiliki kepentingan yang besar di Bolivia dan telah mengumumkan bahwa ia tidak akan membiarkan destabilisasi negeri tersebut," jelas Zibechi. "Aliansi kunci di wilayah ini adalah antara Brasil dan Argentina. Mereka memiliki problem, tapi dalam topik ini mereka sangat bersatu."

Kembali ke Santiago, Chile, setelah enam jam pembicaraan antara sembilan presiden Amerika Selatan, kelompok UNASUR mengeluarkan pernyataan yang mengekspresikan "dukungan penuh dan kuat bagi pemerintah konstitusional Presiden Evo Morales, yang mandatnya diratifikasi oleh suara mayoritas yang besar." Dalam pernyataannya, para pimpinan tersebut "memperingatkan bahwa masing-masing pemerintah kami dengan sekuat tenaga menolak dan tidak akan mengakui situasi apa pun yang mengupayakan kudeta sipil dan perusakan tatanan institusional yang dapat mengkompromikan integritas teritorial Republik Bolivia." Mereka juga memutuskan untuk mengirimkan sebuah komisi ke Bolivia untuk menginvestigasi pembunuhan di Pando.

Walaupun mengupayakan penggulingan pemerintahan kiri sayangnya bukan hal baru di Amerika Selatan, kerjasama tingkat regional antara pemerintahan berhaluan kiri, tanpa kehadiran AS, adalah sesuatu yang baru. Sementara Morales dan pimpinan regional melangkah maju membangun kebijakan-kebijakan progresif, benua yang sedang berubah ini mungkin tidak akan lagi menoleh ke belakang - terlepas dari tantangan yang dikedepankan oleh kaum oposisi di Bolivia. Peta geopolitik belahan bumi ini sedang disusun kembali, sebagian besar oleh aliansi baru antara negeri-negeri Amerika Selatan, dan perlawanan wilayah tersebut yang semakin meningkat terhadap campur tangan ekonomi dan politik Washington.

Brasil sebagai kekuatan ekonomi dan pertanian merupakan bagian kunci dalam pembangkangan regional dan kemerdekaan baru ini. "Di Brasil, sayap kanan di parlemen sangat kencang mempertanyakan kehadiran Armada Keempat [Angkatan Laut AS] karena menurut mereka itu bertujuan untuk mengendalikan ladang minyak Brasil," jelas Zibechi. "Di Brasil, segala sesuatunya tidak hanya bergantung pada keberadaan Lula dalam pemerintahan. Brasil memiliki politik yang otonom yang melampaui persoalan siapa yang memimpin... Karena ini, kebijakan imperialist adalah untuk menggulingkan Chavez dan Evo sebelum terjadi perubahan yang mendalam di negeri-negeri ini sehingga tidak lagi tergantung pada siapa yang memimpin."

Di Bolivia, keadaan masih sangat bergantung pada apa yang terjadi di lapangan, di luar pertemuan presiden dan negosiasi. Kaum oposisi telah membuka blokade jalanannya untuk sementara waktu, dan perundingan antara pemerintah dan perwakilan kaum oposisi berlanjut. Sementara, banyak organisasi sosial dan serikat buruh Bolivia yang telah menyatakan dukungannya terhadap Morales dan melawan sayap kanan. Pada 15 September ribuan pekerja, keluarga dan mahasiswa menggelar aksi di La Paz, ibukota negeri itu, menentang pembantaian di Pando dan kekerasan kaum kanan. "Kami menentang pembantaian para petani (campesinos) yang terjadi di Pando," kata Edgar Patanta, pimpinan Pusat Buruh Regional, kepada ABI, "Kami tak akan mengijinkan terulangnya kembali aksi-aksi semacam ini. Kami akan mempertahankan demokrasi dan kehidupan sebagaimana telah kami lakukan sebelumnya."

--------------------

*Persona non grata adalah sebuah istilah diplomatik yang berasal dari bahasa Latin dengan terjemahan literal "Orang yang tidak disambut"

Benjamin Dangl adalah penulis buku The Price of Fire: Resource Wars and Social Movements in Bolivia (AK Press), dan kini editor dari TowardFreedom.com, sebuah perspektif progresif tentang periwtiwa dunia, dan UpsideDownWorld.org, sebuah website yang meliput aktivisme dan politik di Amerika Latina. Email: BenDangl(at)gmail.com


0 komentar: