Perempuan Melawan Neoliberalisme

Babak Baru Pergerakan Politik Perempuan

Oleh : Ulfa Ilyas

Pada paruh awal 2009 ini, gerakan perempuan di Indonesia berhadapan dengan dua momentum penting; peringatan hari perempuan sedunia (8 maret) dan pelaksanaan pemilu 2009 (9 April). Kedua momentum politik ini bukan hanya menciptakan ruang untuk merefleksikan kembali posisi gerakan perempuan, tetapi juga menjadi lapangan uji dari perkembangan gerakan politik perempuan, setidaknya dalam 10 tahun terakhir.

Bersamaan dengan itu, sentral perdebatan gerakan perempuan dalam beberapa tahun selalu mengenai partisipasi politik perempuan dalam ruang politik formal, khususnya mengenai kuota 30 persen perempuan di parlemen. Selama puluhan tahun, persentase perempuan di parlemen tidak pernah melebihi 13 persen . Saat ini, setelah reformasi sudah bergulir, anggota DPR perempuan hanya 11,27 persen. Ironisnya, persentase ini lebih kecil dibandingkan sebelum reformasi (periode 1992/1997), yakni 12,5 persen.


Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Pada tanggal 6 februari 1918, perempuan pertama berhasil merebut kursi pada parlemen Inggris. Hasil ini merupakan kemenangan pertama, setidaknya sejak gerakan Chartis memulainya sejak puluhan tahun sebelumnya. Sejak itu, gerakan politik perempuan begitu aktif memperjuangkan hak-hak perempuan di parlemen; hak aborsi, perlindungan terhadap hak-hak perempuan di tempat kerja, dan sebagainya.

Keterlibatan perempuan di parlemen memang sedikit merubah keadaan. Perempuan bukan saja diperhitungkan secara politik, tetapi juga semakin memainkan peran kunci pada pengambilan kebijakan. Bercermin ke Swedia, dimana keterwakilan perempuan di parlemen telah mencapai 45,3 persen, gerakan perempuan punya andil besar dalam menentukan kebijakan politik nasional. Dengan prosentase kekuatan tersebut, partai-partai maupun aktifis feminis punya kesanggupan menjaga kemenangan dasar perempuan; pendidikan, kesehatan, penghapusan diskriminasi, dan sebagainya.

Akan tetapi, di Rwanda, dimana tingkat keterwakilan perempuan yang mencapai 48,8 persen, sepak terjang perempuan di kancah parlemen belum memperlihatkan hasil yang cukup siginifikan.

Hal ini perlu dibahas, mengingat muncul kecenderungan "liberal" dalam gerakan perempuan di Indonesia. Mereka benar-benar terkonsentrasi pada penggenapan kuota, dan menggunakan segala macam cara. Sebagai misal, gerakan perempuan kemudian mengadopsi seruan; perempuan pilih caleg perempuan; hak-hak kaum perempuan hanya bisa diwakilkan oleh seorang perempuan.

Arah Politik Gerakan Feminis

Pada awalnya, affirmative action dirancang untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang diwariskan struktur sosial masa lalu, seperti diskriminasi terhadap ras, suku, agama, kebangsaan, maupun gender. Aturan mengenai affirmative action diharapkan dapat menciptakan kesetaraan untuk sementara.

Politik dari emansipasi tidak hanya berbicara pada penyamaan proporsi laki -laki dan perempuan, tetapi juga merupakan aksi politik untuk merubah kerangka struktural yang menindas perempuan. Seperti ditengarai analis politik, William Liddle, keanggotaan perempuan pada parlemen di masa lalu tidak banyak gunanya karena sistem politik yang menjadi wadahnya pada hakikatnya tidak demokratis. Banyak perempuan yang terpasang di daftar caleg partai-partai besar dan status quo, dan tidak sedikit diantara mereka punya latar belakang aktifis perempuan.

Dari 11,4 Persen keterwakilan perempuan di Perlemen, pada dasarnya mereka tersebar dalam tujuh partai besar, yakni partai Golkar 87 orang, PDI Perjuangan 52 orang, PKB 40 orang, PAN 63 orang, PPP 67 orang, PKS 31 orang, serta Partai Demokrat 25 orang. Dengan komposisi ini, menurut saya, sulit sekali bagi kaum perempuan memperjuangkan agenda politik yang koheren dengan pembebasan perempuan, karena partai yang melingkupinya termasuk kekuatan lama (status quo) dan pendukung neoliberalisme.

Di Swedia, pengaturan zipper system tidak dicantumkan pada UU pemilu, melainkan diatur oleh kebijakan internal partai-partai yang ada, khususnya partai kiri dan tengah (VPK -Partai Komunis, Partai Sosial Demokrat, Partai Sentral, Kristen Demokrat, dan Partai Hijau). Ada kesungguhan dan keseriusan partai politik dalam mengusung dan memperjuangkan perempuan. Jadi ada korelasi antara pencapaian kuantitas (proporsi suara) dengan keberadaan alat politik (partai) yang dipergunakan.

Gerakan perempuan sedang memasuki babak perjuangan baru. Sebuah tahap perjuangan yang semakin mengarahkan politik feminis tidak dapat terpisah dari masalah pokok keseluruhan rakyat, yaitu neoliberalisme (imperialisme). Sehingga, saya cukup pesimis dengan keterlibatan sejumlah aktifis perempuan pada partai-partai besar (pendukung neoliberal). Alih-alih dapat menyusun agenda politik emansipasi, justru ini membuka pintu bagi penjinakannya.

Ulfa Ilyas, Aktifis Perempuan. Staff Redaksi Berdikari Online.


Read More>> PEREMPUAN KIRI, Media Alternative: Maret 2009

Manu Chao: Pemusik Yang Sederhana dan Pejuang Revolusioner

Rudi Hartono

Manu Chao adalah superstar dan pemusik terkenal, bukan saja di daratan eropa, tetapi juga di amerika latin, sebagian asia, dan afrika. Kehadirannya dalam dunia musik dipersamakan dengan legenda reggae asal Jamaika, Bob Marley. Kecuali itu, ia juga dianggap tokoh penting dalam mengubah kegiatan bermusik menjadi bagian dari gerakan anti globalisasi, persis seperti ketika Bob Dylan menjadi musik sebagai alat perdamaian dan persamaan hak-hak kaum sipil pada tahun 1960-an.

Manu Chao adalah selebriti terkenal, tapi rendah hati. Ia telah bermain di depan 100.000 di Zocalo, yang merupakan lapangan terbesar di Meksiko city. dia juga mendapat sanjungan 90.000 penonton di festival Coachella di Calfornia pada bulan april, dimana ia tampil setelah band Rage Againts The Machine. Dan di Glastonbury, ia benar-benar mengguncang penonton dengan lagu-lagunya; A Cosa, Clandestino, Tristeza Maleza, La primavera, radio bemba, dan lain-lain.

Album solonya yang pertama, clandestino (1998), yang dibuat pada sebuah studio kecil, ternyata terjual 2,5 juta di Perancis. Tahun 2001, ia kembali merilis album kedua, Esperanza, pada tahun 2001, dimana ia kembali mendapat pujian dan dukungan dari banyak penggemar. Manu Chao di ulas dihalaman depan wall-street journal pada saat itu.

Tiap hari, radio-radio kenamaan di eropa dibanjiri oleh request lagu-lagu Manu Chao. Pada tahun 2005, album radio bemba soundsystem mendapat penghargaan sebagai album terbaik pada tahun itu oleh Rollin Stone, MOJO, SPIN, Blender, National Public Radio dan sebagainya.


Kehidupan Politik

Dilahirkan di Spanyol, 21 juni 1961, dari seorang ayah Galisia dan ibunya yang Basque. Ketika masih kecil, manu (sapaan akrabnya) harus menyertai ayah dan ibunya yang pergi ke perancis untuk menghindari kediktatoran Fransisco Franco. Di perancis, Manu berkenalan dengan kemiskinan dan diskriminasi ekonomi, bersama dengan kaum imigran lainnya. Manu dibesarkan di pinggiran kota Paris, yaitu di Boulogne-Billancourt. Setiap sore, ia selalu bermain bola bersama anak-anak pekerja dari pabrik Renault.

Manu Chao bermain musik sambil berpolitik. Ia mengatakan; “musik adalah ekspresi, dan politik adalah bagian dari kehidupan saya”. “ayah dan ibu saya adalah seorang aktifis, dan sejak kecil saya mengetahui hal itu” ungkap Manu Chao. Kehidupan sebagai pelarian politik, membuat manu dan keluarganya harus berpindah-pindah dari kota yang satu ke kota yang lain.

Pada tahun 1980-an, pada saat masih bersama bandnya “manu negra”, ia dianjurkan melakukan tur ke Amerika Serikat. Tetapi, bukannya berlayar ke Amerika Serikat, malah berlayar ke Amerika Selatan dan bermain musik pada setiap pelabuhan yang dijumpainya. Pada tahun 1993, Manu Negra kembali ke Amerika latin. Di sana, manu negra membeli sebuah kereta tua dan berkeliling Kolombia, dimana ia berjumpa dengan gerilyawan bersenjata, petani, dan penjual obat. Pengalaman itu benar-benar mempengaruhi kesadaran politiknya. Ia makin politis dan membenci neokolonialisme.

Pada bulan maret 2006, Manu Chao tampil memukau membakar semangat anti-imperialisme rakyat Kuba, ketika ia tampil pada konser tunggal di Plaza Jose’ Marti, Havana, Kuba. Ia memulai lagunya dengan orasi pembuka; “gelorakan revolusi kuba, death yankee!”. Ia juga menyatakan solidaritas dan dukungannya kepada rakyat Kuba dan presiden Fidel Castro, yang telah dengan gagah berani menghadapi blockade imperialisme AS. Setelah itu, ia melanjutkan tour Amerika Latinnya ke Caracas, Venezuela, dimana ia bertemu dan belajar proses revolusioner dari tangan pertama, Hugo Chavez. Dia juga melanjutkan tournya Ke Bolivia, dimana Evo Morales telah menunggunya.

Dalam sebuah wawancara yang termuat di Radiochango, Manu jelas menghargai politik Chaves yang berani memutus hubungan dengan AS, bahkan melawannya. Dia sangat menyimak detik-detik kudeta terhadap Chaves, dan actor utama dari kudeta adalah AS. Terhadap gerakan ETA, meskipun orang ibunya adalah seorang Basque, ia tidak terlalu mendukung ide-ide negara berdiri sendiri, tetapi jelas ia mengutuk kekerasan dan penindasan di sana.

Manu Chao sangat kagum pada EZLN (Zapatista), karena meskipun gerakannya adalah bersenjata, tetapi lebih mendahulukan jalan damai. Dalam sebuah perjalanan ke pedalaman Chiapas, Manu Chao bernyanyi ditengah-tengah orang yang sedang memanggul senjata. Terhadap hal itu, ia mengatakan; “Anda tidak bisa melawan teror dengan teror, atau kekerasan dengan kekerasan. Kekerasan hanya bisa dilawan dengan menyediakan pendidikan, pangan, dan saling pengertian yang baik.”

Manu Chao bukan hanya mengeritik kapitalisme melalui lirik lagunya. Manu chao bergabung dalam demonstrasi di Genoa dan Barcelona. Dalam demonstrasi genoa, manu bergabung dengan 300.000 orang penentang kapitalisme. Bahkan, ia menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana polisi melancarkan kekerasan terhadap para demonstran. Dia juga bernyanyi dalam pertemuan para aktifis di Forum Sosial Dunia(WSF), di Porto Allegre, dimana ia mengeritik bush dengan sangat pedas.

Banyak di antara lagunya bercerita tentang realitas penindasan. Rainin' in Paradise (Hujan di Nirwana), misalnya, mengkritik tajam pemerintah Amerika Serikat atas berbagai tragedi yang terjadi di Zaire, Kongo, Irak, Palestina, sampai di Kolombia. Demikian halnya lagu Clandestino (Bawah Tanah), La Primavera (Musim Semi), dan Politik Kills (Politik yang Membunuh), menggambarkan sikap politiknya.

Kesederhanaan

Meski masuk dalam deret selebriti dunia, manu chao tetap merendah. Bahkan, ia menolak musiknya diberi label “musik dunia” oleh BBC. Baginya, itu merupakan salah satu strategi neo-kolonialisme Inggris dan AS untuk menandai musisi dari luar dunia berbahasa inggris.

Dibalik kesederhanaanya, terutama bagi penggemarnya, nama Manu Chao terus melejit. Selain bermain musik diatas panggung dan studio, Manu dapat bermain musik dimana saja, kapan saja, dan dengan peralatan seadanya. Kadang ia bermain musik di kafe, di jalanan, di toko, di jalanan, di rumah-rumah warga, bahkan di perkampungan orang-orang miskin.

Mengenai pembajakan, yang paling ditentang keras oleh pemusik professional dan papan atas, manu malah tidak mempersoalkannya. Malah, lagu-lagunya dalam bentuk audio dan video disebar di internet dan dapat dicopy secara bebas. Ia juga tidak mempermasalahkan lagu-lagunya digandakan orang, tanpa perlu menyetorkan sejumlah uang. Manu lebih senang lagunya dinikmati orang, dihargai, dan jadi inspirasi, ketimbang tersimpan dalam studio, industry-industri musik, dan pusat-pusat penjualan kaset.

Dalam hal penjualan CD-CD-nya, manu berjuang keras agar tidak dikendalikan pasar. Anda dapat mengontrol label, tetapi tidak pada masalah distribusi. Manu berjuang keras agar CD nya dijual murah dan melalui proses sirkulasi yang alami. “kami menurunkan harga CD hingga 500 pesetas (mata uang spanyol)”; kata manu. Kami tidak mementingkan royalti, tetapi seluruh rakyat dapat membeli, itu yang terpenting.

The Clash dan Bob Marley sangat mempengaruhinya. Keduanya adalah pemusik dan juga aktifis politik yang radikal. Ia mengakui pengaruh The Clash pada albumnya, Bongo Bong. Sedangkan untuk penghargaannya kepada Bob Marley, ia menuliskan sebuah lagu berjudul “Mr. Bobby”.

Ia benar-benar mengagumi Diego Armando Maradona, pelatih tim nasional Argentina. Ketika itu, manu muda sempat membuat lagu berjudul “santa maradona”, ketika maradona muda menjadi pahlawan argentina dengan gol tangan tuhannya. Sekarang, dalam album La radiolina, ia mempersembahkan lagu “La Vida Tombola”, khusus untuk penghargaan kepada legenda sepak bola dunia tersebut. Seperti diketahui, Maradona bersama Chaves memimpin aksi puluhan ribu orang menentang FTAA dan kedatangan Bush ke Argentina, pada tahun 2003.

Lagu-lagu Manu juga menggambarkan budaya sehari-hari kaum yang terpinggirkan. Seperti pada hits Minha Galera (Orang-orangku) yang berirama pelan, Manu Chao angkat cerita tentang kerinduan pada kampung halaman, pada kawan-kawan penggemar sepak bola, pada musik daerah, gubuk-gubuk, tarian capoera, pada minuman khas daerah, dan pada asap marijuana. Dalam lagu yang lain, ia tuturkan ketertindasan dan harapan masa depan para pelacur. Lagu berjudul Me Llaman Calle (Aku Dipanggil Jalanan) ini diilhami kehidupan perempuan penghibur di sekitar kafe tongkrongannya, di Barcelona.

Ketika tampil di Brocklyn, dihadapan puluhan ribu penonton, Manu berkali-kali mengulang kata “Corazon”, yang berarti hati, dan meletakkan mikrofon di dadanya. Ia kemudian berkata; sebentar lagi sebuah badai akan datang. Dan tiba-tiba, benar saja, sebuah petir menyambar dan sejumlah peralatan panggung. Manu lantas bernyani Proxima estacion Esperanza'; “ hujan berfungsi sebagai perwujudan harapan, yaitu harapan pada politik negeri yang lebih bermartabat, hari depan yang lebih baik, dan hari depan dimana musik bukan lagi sekadar barang dagangan”.

Politik Kills (Politik Yang Membunuh)

Berbicara mengenai pandangan politik, manu mengatakan; sebelum berbicara mengenai aktifisme, maka setiap orang di dunia ini bertindak atas nama kejujuran, sehingga mereka dapat melangkah dengan baik. Itu juga kupelajari dari kakekku. Akan tetapi, kejujuran tidak dapat membawa anda lebih jauh, karena problem kehidupan cukup banyak dan beragam. Jadi kejujuran saja tidak cukup, anda harus berbuat lebih banyak.

Politik kills adalah lagu yang dibuat untuk melawan politik kebohongan dan pembodohan. Ia jelas menentang politik uang. Menurutnya, masalah terbesar dalam politik adalah uang. Kekuatan ekonomi lebih berkuasa dibandingkan politik itu sendiri. ini bukan demokrasi. Demokrasi telah dikendalikan oleh media.

Di Italia, Berlusconi memenangkan pemilihan presiden karena ia mengendalikan media terbesar. Demikian pula di Perancis, dimana Sarkozy memiliki tipe yang sama dengan Berlusconi. Manu menganggap mereka menang karena politik uang, politik kebohongan, dan pembodohan.

“akhirnya, makin orang yang tidak percaya dengan demokrasi, dan itu sangat berbahaya. Saya adalah seorang demokrat” ungkap Manu. Kita harus bertindak seminimal apapun, terutama untuk menggeser politisi yang dibesarkan oleh uang dan televisi. “ saya akan bersuara dengan mikrofon di tangan saya” demikian manu menjelaskan.

“anda tidak tidak dapat mengubah dunia. Saya pun tidak bisa mengubah dunia sendirian. Saya mungkin tidak dapat mengubah sebuah negara, tetapi saya dapat mengubah sebuah lingkungan kecil. Saya mencoba. Dan saya rasa, itu merupakan tanggung jawab semua orang. Saya tidak yakin sebuah revolusi besar akan datang dan mengubah segalanya seketika. Tetapi, saya percaya bahwa revolusi-revolusi kecil dapat mengubah segalanya dengan perlahan-lahan, setidaknya dilingkungan kita”.

Rudi Hartono, Pengelola Jurnal Arah Kiri dan Redaksi Berdikari Online




Read More>> PEREMPUAN KIRI, Media Alternative: Maret 2009