Perempuan Melawan Neoliberalisme

Mesin Tua dan Ekonomi-Politik BBM


Oleh: Ulfa Ilyas[1]

Ibarat mesin tua, semakin cepat rusak dan banyak mengeluarkan ongkos. Mesin tua juga boros menggunakan BBM dan kurang produktif dibandingkan mesin baru. Inilah gambaran politisi tua negeri ini. Meskipun sudah malang melintang dalam panggung perpolitikan nasional, namun cara berpolitik mereka tidak berubah, malah semakin menjenuhkan. Konfigugaris politik para politisi tua di negeri ini mencakup hampir semua partai-partai lama, elit politik muka lama, hingga orang muda tapi cenderung mengikuti dan membelah tradisi lama.

Sangat menarik membedah sepak-terjang mereka seiring dengan dekatnya momentum kenaikan BBM yang dijadwalkan awal juni mendatang. Kenaikan BBM tahun ini memiliki beberapa signifikansi, pertama, karena datangnya berhimpitan dengan gejolak kenaikan harga-harga sembako diberbagai daerah, kemiskinan yang semakin bertambah akut, dan pengangguran yang cukup meluas. Kedua, kenaikan BBM berdekatan dengan momentum pemilu 2009, sehingga ini bisa menjadi ajang manuver politik berbagai elit politik dari berbagai sisi. Sejarah menunjukkan, kenaikan BBM selalu menjadi pemicu krisis politik akibat meluasnya demonstrasi dan protes sosial, disisi lain, elit politik yang berdiri di pihak oposisi menjadikan isu ini sebagai senjata utama untuk menghajar lawan politiknya.

Sepak Terjang Mesin Tua

Menjelang rencana pengumuman kenaikan BBM pada awal bulan juni nanti, mesin tua ini terbagi menjadi dua pengelompokan utama yaitu mereka yang berada dibelakang tuntutan menaikkan BBM dan berposisi menentang kebijakan ini. Sisanya mereka yang ambigu namun perlahan-lahan terdorong masuk dalam dua pengelompokan ini. Kepentingan utama dibalik kenaikan BBM sebenarnya adalah kepentingan asing. Hal ini dapat dilacak pada kenyataan bahwa pengelolaan migas Indonesia sepenuhnya dikuasai oleh asing. Menurut Hendri Saparini, ekonom ECONIT, sekitar 85%-90% pengelolaan migas di Indonesia dipegang oleh pemodal asing. Karena bergantung pada kepentingan asing, pemerintah Indonesia tidak sanggup melakukan penataan terhadap orientasi kebijakan migasnya agar berpihak kepada mayoritas rakyat. Tekanan terhadap APBN merupakan imbas dari praktek impor beberapa tahun sebagai respon kekurangan pasokan minyak nasional, akibat hampir seluruhnya dikendalikan asing.

Bagaimana reaksi segenap lapisan elit politik nasional menanggapi kenaikan BBM. Kelompok pertama berargumentasi bahwa kenaikan BBM sebagai sesuatu yang tak terhindarkan. Menurut mereka, kenaikan harga minyak dunia merupakan hukum alam yang harus diikuti oleh pemerintah Indonesia. kelompok kedua meskipun berposisi mengkritisi atau bahkan menolak, namun kritik mereka terus-menerus berputar-putar pada persoalan wajar dan tidak wajar menaikkan BBM dalam situasi sekarang? Kenaikannya jangan membebani rakyat? Dan pemerintah harus berpikir ulang sebelum menaikkan BBM? Selanjuntnya, mereka menawarkan solusi yang tidak bergeser jauh dari wacana-wacana moral mereka.

Politik BBM dan Kebangkitan Protes

BBM merupakan kebutuhan yang sangat vital. Sulit membayangkan perekonomian bisa bergerak dan berkembang kalau tidak ada pasokan energi. Demikian pula dengan rakyat Indonesia, mayoritas diantara mereka masih menggantungkan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk aktivitasnya. Selain itu, BBM merupakan price list. Penentuan harga-harga barang dan komoditi dipasar dihitung dengan berpatokan kepada harga BBM. Jelas, BBM menjadi elemen penting yang harus dikontrol oleh negara agar harganya tidak berubah-ubah. Berita mengenai kenaikan BBM akan memicu gejolak perekonomian. Orang-orang menjadi risau dan khawatir karena aktivitas paling dasar seperti makan dan minum pun sangat tergantung pada ada tidaknya pasokan BBM.

Tak pelak lagi, unjuk rasa marak dimana-mana. Berbagai daerah memperlihatkan eskalasi meningkatnya aksi penentangan terhadap rencana menaikkan harga BBM. di Jakarta sendiri, aksi massa yang dilakukan oleh FRM berhasil memobilisasi 8000-an massa bergerak keistana. Di berbagai daerah kendati bertuburukan dengan kepolisian yang menjadi alat kekuasaan SBY-JK mengamankan kebijakannya aksi perlawanan menolak kenaikan BBM terus terjadi. Aksi-aksi ini semakin memperlihatkan kerisauan dan kerawanan bagi pemerintah ketika aksi-aksi ini mulai diikuti atau didukung oleh elit politik. Isu “tunggang-menunggangi” pun begitu intensif dilemparkan oleh badan intelijen, kepolisian, pemerintah dan media massa. Keterlibatan elit politik dalam aksi ini sepenuhnya menguntungkan pengunjuk –rasa dalam hal perimbangan kekuatan. Tetapi, tidak semua politisi yang menentang kenaikan harga BBM dapat diharapkan sebagai supporting gerakan. Banyak pula diantara mereka yang punya agenda politik yang hendak disusupkan lewat mahasiswa.

Pertemuan kepentingan antara gerakan massa dan kepentingan elit politik ini sangat sementara. Sehingga harus disadari, kepentingan gerakan adalah bersifat strategis sedangkan kepentingan beberapa dari elit itu bersifat sangat pragmatis (pemilu 2009). Karena perbedaan kepentingan itu, independensi gerakan dalam menjalankan strategi-taktik tetap harus dipertahankan. Kita kaum gerakan kendati harus mengakui pentingnya aksi bersama sebagai jalan mengakumulasi kekuatan, tetapi tetap harus menjaga keluwesan dan kebebasan dalam menjalankan stratak serta menyampaikan program perjuangan.



[1] Aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)

0 komentar: